Khawarij adalah
bentuk jamak dari ‘kharij’ yang artinya yang keluar. Khawarij dalam terminologi
ilmu kalam adalah sebuah sekte atau firqah pengikut Ali bin Abi Thalib yang
kemudian keluar dan meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap
keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim), dalam perang shiffin pada tahun
648M dengan kelompok Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khalifah, bahkan
mereka mengkafirkan Ali dan Muawiyah serta pendukung keduanya. Selain itu,
mereka menyebut dirinya sebagai Syurah yang berasal dari kata yasyri (menjual)
sebagaimana diisyaratkan dalam surat al baqarah ayat 207, yang intinya
mengemukakan tentang adanya manusia yang menjual dirinya untuk memperoleh ridha
Allah. Mereka juga disebut kaum Harurat, yang diambil dari nama sebuah desa
yang terletak di Kota Haruriah, di Irak. Di tempat inilah, mereka yang pada
waktu itu berjumlah 12.000 orang berkumpul setelah memisahkan diri dari Ali.[1]
Kaum khawarij
semula hanya merupaka gerakan pemberontak politik saja, akan tetapi kemudian
berubah menjadi sebuah aliran dalam pemahaman agama Islam.[2]
Harun Nasution
mengidentifikasi beberapa indikasi aliran yang dapat dikategorikan sebagai
aliran khawarij :
a.
Mudah mengkafirkan orang yang tidak
segolongan, meskipun sesama muslim.
b. Berpendapat bahwa Islam mereka paling benar,
yaitu Islam yang mereka fahami dan amalkan.
c. Berpendapat bahwa muslim yang tersesat perlu
dibawa kembali ke Islam yang sebenarnya seperti mereka.
d.
Mereka memilih imam dari golongan mereka
sendiri, baik imam dalam hal agama maupun pemerintahan.
e. Bersifat fanatik dalam faham dan tidak
segan-segan untuk menggunakan kekerasan bahkan membunuh untuk mencapai tujuan.[3]
1.
Pemikiran Firqah Khawarij
Prinsip
khawarij yang paling mendasar ada 3, yang mereka telah menyimpang, sesat dan
menyesatkan kaum muslimin: pertama; mengkafirkan Ali bin Abi Thalib,
Utsman bin Affan, dan dua hakim. Kedua; wajib keluar (berontak) dari
penguasa yang dzalim. Ketiga; pelaku dosa besar adalah kafir dan di
akhirat kekal dalam neraka.[4]
Doktrin-doktrin
Khawarij :
a.
Politik
1.
Khalifah (imam) harus dipilih bebas seluruh
umat Islam.
2.
Khalifah tidak harus berasal dari keturunan
arab.
3.
Khalifah dipilih secara permanen selama
bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syariat Islam. Ia harus dijatuhkan
bahkan dibunuh apabila melakukan kedzaliman.
4.
Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, Utsman)
adalah sah, tetapi setelah tahun ketujuh dari masa kekhalifahannya, Utsman
dianggap menyeleweng.
5.
Khalifah Ali adalah sah, tetapi setelah
terjadi arbitrase (takhkim), ia dianggap menyeleweng.
6.
Muawiyah, Amr bin Al Ash serta Abu Musa
dianggap meyeleweng dan telah menjadi kafir.
7.
Pasukan Perang Jamal yang melawan Ali juga
kafir.
b.
Teologi
1. Seseorag yang
berdosa besar tidaklagi disebut muslim
sehingga harus dibunuh. Yang sangat kejam lagi, mereka menganggap bahwa seorang
muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak membunuh muslim lain yang telah
dianggap kafir dengan resiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula.
2. Adanya wa’ad
dan wa’id (orang yang baik masuk surga, sedangkan orang yang jahat harus masuk
neraka).
c.
Sosial.
1.
Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung
dengan golongan mereka. Bila tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena
hidup dalam dar al harb (negara musuh), sedang golongan mereka sendiri
dianggap berada dalam dar al islam (negara islam).
2.
Amar ma’ruf nahi munkar.
3.
Memalingkan ayat-ayat suci alquran yang tampak
mustabihat (samar).
4.
Qur’an adalah makhluk
5.
Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan
dari tuhan. [5]
2.
Firqah-Firqah Khawarij
Pemimpin aliran
khawarij yang pertama adalah Abdullah Ibn Wahb Al Rasidi yang dianggap sebagai
ganti dari Ali bin Abi Thalib. Kemudian aliran khawarij ini terbagi menjadi
beberapa firqah besar, dan dari firqah tersebut masih terbagi lagi dalam
firqah-firqah kecil yang jumlahnya sangat banyak. Perpecahan inilah yang
menyebabkan khawarij menjadi lemah dan mudah sekali dipatahkan dalam berbagai
pertempuran menghadapi kekuatan militer bani umayyah. Firqah besar tersebut
merupakan Al Muhakkimah, Al Azariqah, An Nadjat, Al Ajaridah, As Sufriyah, dan Al
Ibadiyah.[6]
Diantara
kleompok-kelompok khawarij itu terdapat kelompok yang dipandang sebagai
kelompok paling moderat, yakni Al Ibadhiyah dibawah pimpinan Abdullah bin Ibad.
Sedangkan kelompok yang dipandang paling ekstrem yakni Al Azariqah dibawah
pimpinan Nafi Ibnu Azraq.
Walaupun
khawarij berkelompok dan bercabang, mereka tetap berpandangan sama dalam dua
prinsip :
a. Pertama,
persamaan pandangan yang mengenai kepemimpinan. Mereka sepakat bahwa khalifah
hendaknya diserahkan mutlak kepada rakyat untuk memilihnya, dan tidak ada
keharusan dari kabilah atau keturunan tertentu, seperti quraisy atau keturunan
nabi.
b. Kedua,
persamaan pandangan yang berkenaan dengan aqidah. Mereka berpendapat bahwa
mengamalkan perintah-perintah agama merupakan sebagian dari iman, bukan iman
secara keseluruhan.[7]
Menurut Abul Hasan Asy Asy’ari, yang
mempertemukan firqah-firqah mereka yang
beranekaragam adalah penilaian mereka secara umum terhadap Ali dan imam-imam sebelumnya,
juga perbuatan mereka.[8]
3.
Tokoh-Tokoh Firqah Khawarij
Beberapa tokoh-tokoh khawarij yang terpenting adalah Abdullah bin
Wahab Al Rasyidi, pimpinan rombongan sewaktu mereka berkumpul di Haruroh
(pimpinan khawarij pertama).
Tokoh-tokoh khawarij lainnya adalah :
a.
Urwah bin Hudair d. Quraib bin Maruah
b.
Mustarid bin Sa’ad e. Nafi bin Al Azraq
c.
Hausarah Al Asadi f. Abdullah bin Basyir.
[1] Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, (Jakarta : Prenada
Media, 2011) hal. 266
[2] Nurhasanah Namin, Misteri Pembunuh 3 Khalifah : Awal Perpecahan
Islam. (Lembar Langit, 2014) hal. 161
[3] Ibid hal. 163-164
[4] Abdul Qadir Jawas, Aqidah Akhlak Sunnah Wal Jama’ah. (Bogor :
Pustaka Imam Asy Syafi’i, 2006) hal. 354
[5] Nurhasanah Namin, Op Cit, hal. 161-162
[6] Ibid hal. 163
[7] Ibid hal. 164
[8] M. Dhiauddin Rais, Op Cit, hal 38-39
Post a Comment
Berkomentarlah dengan Bijak!